KELOMPOK USAHA BERSAMA : MEMULAI USAHA DENGAN MODAL YANG SANGAT MINIM: Kelompok Usaha Bersama ( KUBE) Sejahtera adalah lembaga keswadayaan masyarat dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai kein...
REPUBLIKA.CO.ID, Inilah isi surat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ tentang larangan memfoto copy e-KTP:
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ
Perihal : Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader.
Ditujukan kepada:
1. Para Menteri/Kepala LPNK/Kepala Lembaga lainnya;
2. Kepala Kepolisian RI;
3. Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank;
4. Para Gubernur;
5. Para Bupati/Walikota.
di- SELURUH INDONESIA
SURAT EDARAN
Ditujukan kepada:
1. Para Menteri/Kepala LPNK/Kepala Lembaga lainnya;
2. Kepala Kepolisian RI;
3. Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank;
4. Para Gubernur;
5. Para Bupati/Walikota.
di- SELURUH INDONESIA
SURAT EDARAN
Sesuai dengan amanat Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012, dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kelebihan yang mendasar dari e-KTP adalah bahwa didalam e-KTP tersebut dilengkapi dengan chip yang memuat biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP dimaksud tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan;
2. Chip yang tersimpan didalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip);
3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal IOC ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.
3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal IOC ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan agar e-KTP yang sudah dimiliki oleh Renduduk (masyarakat), dapat dimanfaatkan secara efektif, dengan hormat kami ingatkan kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota untuk :
1. Memfasilitasi semua unit kerja/badan usaha atau nama lain di jajaran masing-masing yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menyediakan card reader dalam waktu yang singkat, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Penyediaan anggaran dan proses
pengadaannya merupakan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing
Kementerian/Lembaga/Badan Usaha atau Nama Lain sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
b. Semua unit kerja/badan usaha atau
nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki
card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non
elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi;
c. Agar card reader tersebut dapat
digunakan untuk membaca chip e-KTP secara efektif, maka dalam persiapan
pengadaannya, khususnya yang berkaitan dengan aspek teknis
dikoordinasikan dengan Tim Teknis Pemanfaatan e-KTP, Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.
2. Supaya tidak terjadi kesalahan
fatal dalam penggunaan e-KTP, maka diminta kepada semua Menteri, Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala
Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para
Gubernur, Para Bupati/Walikota, agar semua jajarannya khususnya unit
kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat, bahwa e-KTP tidak diperkenankan di foto copy, distapler dan
perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat
"Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"
3. Apabila masih terdapat unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih memfoto copy, menstapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e-KTP.
Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan
Tembusan Yth:
1. Bapak Presiden Republik Indonesia (sebagai laporan);
2. Bapak Wakil Presiden Republlk:Indonesia;
3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4. Menteri Koordinator Bidang perekonomian;
5. Menteri Koordinator Bidang Kesra;
6. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
7. Kepala Lembaga Sandi Negara;
8. Rektor Institut Teknologi Bandung.
terima kasih.
Menteri Dalam Negeri
GAMAWAN FAUZI
Sumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/surat-mendagri-tentang-larangan-memfoto-kopi-e-ktp
Ditulis pada 27 Februari 2014 17:16 WIB
Umum
Kartu Tanda Penduduk
(KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang
diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang berlaku di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki
bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang
memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau
sudah pernah kawin atau telah kawin. Anak dari orang tua Warga Negara
Asing yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga wajib memilki
KTP.
Menurut peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal, 1
point 14 bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya disingkat
KTP-el, adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan
identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh
Instansi Pelaksana.
Dengan demikian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) diproses secara komputerisasi dan dilengkapi cip yang berfungsi untuk menyimpan biodata, sidik jari dan tanda tangan.
Program
KTP-el di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2009 dengan ditunjuknya
empat kota sebagai proyek percontohan nasional. Adapun keempat kota
tersebut adalah Padang, Makasar, Yogyakarta dan Denpasar. Sedangkan
kabupaten/kota lainnya secara resmi diluncurkan Kementerian Dalam Negeri
pada bulan Februari 2011 yang pelaksanannya dibagi dalam dua tahap.
Pelaksanaan
tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30
April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197
kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang
tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia.
Secara
keseluruhan pada akhir 2012 ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk
sudah memiliki KTP-el dan dari awal sampai akhir tahun 2013 perekaman
data penduduk tetap berlanjut sampai seluruh penduduk Indonesia wajib
KTP terekam data pribadinya.
Penerapan
KTP Elektronik (KTP-el) yang saat ini dilaksanakan merupakan bagian
dari upaya untuk mempercepat serta mendukung akurasi terbangunnya
database kependudukan di kabupaten/ kota, provinsi maupun database kependudukan secara nasional.
Dengan
diterapkannya KTP-el, maka setiap penduduk tidak dimungkinkan lagi
dapat memiliki KTP lebih dari satu atau pemalsuan KTP, mengingat dalam
KTP-el tersebut telah memuat kode keamanan dan rekaman elektronik data
penduduk yang antara lain berupa sidik jari, iris mata , tanda tangan,
dan elemen data lainnya.
Perekaman KTP Eloktronik
Data
penduduk yang berusia 17 tahun keatas atau sudah/telah menikah direkam
oleh seperangkat alat perekam yang terisidi dari kamera, 1 (satu)
personal komputer yang spesifikasi aplikasinya yang telah disesuaikan,
finger print, tanda tangan digital (digital signature)
dan alat perekam iris mata (iris kills). Data penduduk yang direkam
adalah berupa biodata, foto wajah, tanda tangan, iris mata dan 10 sidik
jari tangan kiri dan kanan.
Setelah
semua data penduduk selesai direkam, maka semua input data penduduk
tersebut diporoses dan diidentifikasi ketunggalannya menjadi data
biometrik dengan menggunakan Sistem Identifikasi Biometrik. Data biometric adalah data penduduk yang disertai dengan ciri-ciri tubuh berupa sidik jari, iris mata dan wajah.
Dengan selesainya penginputan dan proses identifikasi data penduduk, maka output yang dihasilkan tersimpan dalam cip, gunanya untuk menyimpan biodata, sidik jari dan tanda tangan. Cip tertanam dalam KTP-el berfungsi sebagai kartu pintar (smart card) berbasis mikroprosesor dengan antar muka nirsentuh (contactless) dan memiliki metoda pengamanan data berupa autentikasi antara chip dan reader/writer (anti cloning), dan kerahasiaan data (enkripsi) serta tanda tangan digital. Melalui mekanisme autentikasi maka data yang tersimpan di dalam chip baru dapat dibaca oleh card reader."
Landasan Hukum
Landasan hukum pemberlakuan Penerapan KTP-el adalah Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Adapun pasal-pasal
dalam undang undang ini, yang mengatur tentang KTP Elektronik, antara
lain adalah pasal 63 dan penjelasannya, 64, 101 dan 102.
Pasal 63 UU tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa :
1. Penduduk
Warga Negara Indonesia dan Orang Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal
Tetap (ITAP) dan telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin
atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el yang berlaku secara nasional dan
hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.
2. Orang
Asing (WNA) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti
KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
3. Penduduk WNI dan WNA yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.
Hal-hal seperti disebutkan diatas diperkuat dengan
penjelasan UU Administrasi Kependudukan pasal 63 point 6 (enam)
menyebutkan bahwa dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) KTP-el
untuk 1 (satu) penduduk diperlukan sistem keamanan/pengendalian dan sisi
administrasi ataupun teknologi informasi dengan melakukan verifikasi
dan validasi dalam sistem database kependudukan serta pemberian NIK. Fungsi KTP-el akan ditingkatkan secara bertahap menjadi KTP-el multiguna.
Pasal 64 UU tentang Administrasi Kependudukan juga menyebutkan hal-hal sebagai berikut, antara lain :
1. KTP-el
mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK,
nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status
perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas
foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan
tandatangan pemilik KTP-el.
2. Nomor Induk Kependudukan sebagaimana tersebut diatas menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik.
3. Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan
4. Untuk
menyelenggarakan semua pelayanan public, Pemerintah melakukan integrasi
nomor identitas yang telah ada dan digunakan untuk pelayanan publik
paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU Administrasi Kependudukan ini
disahkan.
5. Elemen
data penduduk tentang agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui
sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau
bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan
dicatat dalam database kependudukan.
6. Dalam KTP-el tersebut tersimpan cip yang memuat rekaman elektronik data perseorangan.
7. KTP-el
untuk Warga Negara Indonesia masa berlakunya seumur hidup dan untuk
Orang Asing (WNA) masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku Izin
Tinggal Tetap.
8. Dalam
hal terjadi perubahan elemen data, rusak, atau hilang, penduduk pemilik
KTP-el wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana untuk dilakukan
perubahan atau penggantian.
9. Dalam
hal KTP-el rusak atau hilang, Penduduk pemilik KTP-el wajib melapor
kepada Instansi Pelaksana melalui camat atau lurah/kepala desa paling
lambat 14 (empat belas) hari dengan melengkapi surat pernyataan penyebab
terjadinya rusak atau hilang.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan elemen data penduduk diatur dengan Peraturan Menteri.
Selanjutnya pasal 101menyiratkan bahwa pada saat UU Administrasi Kependudukan ini berlaku :
1. Pemerintah wajib memberikan NIK kepada setiap Penduduk.
2. Semua
instansi pengguna wajib menjadikan NIK sebagai dasar penerbitan dokumen
paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak instansi pengguna
mengakses data kependudukan dari Menteri.
3. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini ditetapkan berlaku seumur hidup.
4. Keterangan
mengenai alamat, nama, dan nomor induk pegawai pejabat dan
penandatanganan oleh pejabat pada KTP-el sebagaimana dimaksud dalam
pasal 64 ayat (1) dihapus setelah database kependudukan nasional terwujud.
Demikian
juga pasal 102 mengamanatkan bahwa semua singkatan “KTP” sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan harus dimaknai “KTP-el”.
Sebagai
peraturan pelaksana penerapan KTP secara nasional dengan disahkannya
UU No. 24 Tahun 2013 ini, masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 26
Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan.
Dalam Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa :
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.
2. Rekaman elektronik berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan.
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan.
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan untuk WNI dilakukan di kecamatan sedangkan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana.
5. Rekaman
sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK berisi
sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan penduduk
yang bersangkutan.
6. Rekaman
seluruh sidik jari tangan penduduk dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan seizin Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Petugas Rahasia Khusus
Selain KTP yang dimiliki oleh penduduk, pemerintah juga menerbitkan Kartu
Tanda Penduduk Khusus dalam menjalankan tugas rahasia. Hal ini didukung
oleh pasal 43, 44 dan 45 Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006.
Pasal 43 PP No. 37 Tahun 2007 menyebutkan bahwa :
1. Petugas Rahasia Khusus diberikan Kartu Tanda Penduduk Khusus, untuk selama menjalankan tugas rahasia.
2. Kartu
Tanda Penduduk Khusus diterbitkan dengan menggunakan spesifikasi yang
sama dengan spesifikasi Kartu Tanda Penduduk Nasional.
3. Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus tidak diperlukan pencatatan biodata penduduk dan KK dari Petugas Rahasia Khusus.
Syarat-syarat penerbitan KTP Khusus sesuai dengan pasal 44, antara lain :
1. Kepala/Pimpinan Lembaga mengajukan surat permintaan Kartu Tanda Penduduk Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana.
2. Surat
permintaan ditujukan kepada Kepala/Instansi Pelaksana yang wilayah
kerjanya meliputi tempat domisili Petugas Rahasia Khusus.
3. Dalam
surat permintaan harus disertai dengan informasi identitas Petugas
Rahasia Khusus yang dikehendaki dan jangka waktu penugasan.
Dengan dipenuhinya persyaratan tersebut diatas menurut pasal 45, maka :
1. Instansi Pelaksana menerbitkan Kartu Tanda Penduduk Khusus.
2. Kartu
Tanda Penduduk Khusus diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja
sejak surat permintaan diterima oleh Kepala Instansi Pelaksana.
3. Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus tanpa dipungut biaya.
4. Kartu Tanda Penduduk Khusus berlaku selama 5 (lima) tahun.
Penyimpanan Data Petugas Rahasia Khusus, Pengembalian dan Pencabutan KTP Khusus
Penyimpanan Data Petugas Khusus sesuai dengan Pasal 46 :
1. Data Petugas Rahasia Khusus direkam dan disimpan dalam Registrasi Khusus di kabupaten/kota.
2. Data Petugas Rahasia Khusus harus dijaga keamanan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Kepala Instansi Pelaksana.
Pengembalian KTP Khusus menurut pasal 47, apabila :
1. Petugas
Rahasia Khusus tidak lagi menjadi Petugas Rahasia Khusus sebelum
berakhir masa berlakunya KTP Khusus dan wajib menyerahkannya kepada
Kepala/Pimpinan Lembaga.
2. Kepala/Pimpinan Lembaga wajib mengembalikan KTP Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana yang menerbitkan.
3. KTP Khusus yang dikembalikan wajib dimusnahkan oleh Kepala Instansi Pelaksana.
Menurut pasal 48, KTP Khusus dapat dicabut, apabila :
1. Instansi
Pelaksana berwenang mencabut KTP Khusus apabila KTP Khusus tidak
dikembalikan sejak saat berakhirnya masa tugas Petugas Rahasia Khusus.
2. Dalam
hal KTP Khusus berakhir masa berlakunya sebelum masa tugas berakhir
tidak diberitahukan kepada Instansi Pelaksana, Instansi Pelaksana
berwenang mencabut.
3. Dalam
hal masa tugas diperpanjang, Instansi Pelaksana berkewajiban
memperpanjang dan menerbitkan KTP Khusus sebagai pengganti KTP Khusus
yang telah dicabut. (brm*)
*) Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
Ditulis pada 06 Maret 2014 17:53 WIB
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggall 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan.
Perubahan Substansi Yang Mendasar Dalam Perubahan UU NO. 23 TAHUN 2006
1. Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el)
a. Masa berlaku KTP-el yang semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24 Tahun 2013).
b. KTP-el
yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun
2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup (pasal 101 point c UU No. 24
Tahun 2013).
2. Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Data
Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data
kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan
yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran (termasuk untuk
perhitungan DAU), pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan
demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal (pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).
3. Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el
Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el
yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 (pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).
4. Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun
Semula
penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah
cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
tanggal 30 April 2013.
5. Penerbitan Akta Pencatatan Sipil
Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
6. Pengakuan dan Pengesahan Anak
Dibatasi
hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut
hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara (pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).
7. Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis)
Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013)
8. 8. Pencatatan Kematian
Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana (pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.
9. Stelsel Aktif
Semula stelsel aktif diwajibkan kpd penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada Pemerintah melalui Petugas.
10. Petugas Registrasi
a. Petugas
Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (pasal 12 ayat 1 UU No. 24
Tahun 2013).
b. Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota, dan
c. Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
11. Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan
a. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur (pasal 83A ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
b. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
c. Penilaian
kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh
Menteri Dalam Negeri (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
12. Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk dibebankan pada APBN
Pendanaan
untuk penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan,
baik di provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (pasal 87A
UU No. 24 Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014
(pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian berarti sebelum
tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap menggunakan APBD.
13. Penambahan Sanksi
a. Setiap
orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan
manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013).
b. Setiap
pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi
Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya
kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
c. Setiap
orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau
mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
Pemberlakuan Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
1. Perubahan Uundang-Undang ini berlaku sejak diundangkan.
2. Khusus
yang berkaitan dengan APBN, baru diberlakukan secara efektif sejak
tersedianya APBN/APBN-P untuk pembiayaan penyelenggaraan program dan
kegiatan adminduk di Provinsi dan Kab/Kota. (*)
*) Penjelasan Atas UU NO. 24 Thn 2013
oleh Direktur Pengelolaan Informasi Adminduk, Ditjen DukcapilSumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/penjelasan-atas-undang-undang-nomor-24-tahun-2013
Sumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/program-penerapan-kartu-tanda-penduduk-elektronik
Langganan:
Postingan (Atom)