Selasa, 18 Maret 2014 0 komentar

0 komentar

KELOMPOK USAHA BERSAMA : MEMULAI USAHA DENGAN MODAL YANG SANGAT MINIM

KELOMPOK USAHA BERSAMA : MEMULAI USAHA DENGAN MODAL YANG SANGAT MINIM:       Kelompok Usaha Bersama ( KUBE) Sejahtera adalah lembaga keswadayaan masyarat dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai kein...
Jumat, 07 Maret 2014 0 komentar

Permendagri 32 2006 Pedoman Administrasi Desa



0 komentar
0 komentar

Proposal SiMaDe


0 komentar

Sistem Manajemen Pemerintah Desa

0 komentar

Simulasi Pembuatan e KTP

0 komentar

Internet Masuk Desa


0 komentar

Tugas dan Fungsi Kepala Desa



0 komentar

1 komentar

Sistem Pemerintahan Desa

0 komentar

Proses Pembuatan e-KTP

0 komentar

Animasi Pembuatan KTP

Kamis, 06 Maret 2014 1 komentar

Leaflet Administrasi Kependudukan


0 komentar

Surat Mendagri tentang Larangan Memfoto Kopi e-KTP



REPUBLIKA.CO.ID, Inilah isi surat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ tentang larangan memfoto copy e-KTP:

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ
Perihal : Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader.

Ditujukan kepada:


1. Para Menteri/Kepala LPNK/Kepala Lembaga lainnya;

2. Kepala Kepolisian RI;
3. Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank;
4. Para Gubernur;
5. Para Bupati/Walikota.

di- SELURUH INDONESIA

SURAT EDARAN

Sesuai dengan amanat Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012, dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kelebihan yang mendasar dari e-KTP adalah bahwa didalam e-KTP tersebut dilengkapi dengan chip yang memuat biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP dimaksud tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan;
2. Chip yang tersimpan didalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip);
3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal IOC ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.

Berdasarkan hal tersebut di atas dan agar e-KTP yang sudah dimiliki oleh Renduduk (masyarakat), dapat dimanfaatkan secara efektif, dengan hormat kami ingatkan kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota untuk :

1. Memfasilitasi semua unit kerja/badan usaha atau nama lain di jajaran masing-masing yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menyediakan card reader dalam waktu yang singkat, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Penyediaan anggaran dan proses pengadaannya merupakan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga/Badan Usaha atau Nama Lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi;
c. Agar card reader tersebut dapat digunakan untuk membaca chip e-KTP secara efektif, maka dalam persiapan pengadaannya, khususnya yang berkaitan dengan aspek teknis dikoordinasikan dengan Tim Teknis Pemanfaatan e-KTP, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.

2. Supaya tidak terjadi kesalahan fatal dalam penggunaan e-KTP, maka diminta kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota, agar semua jajarannya khususnya unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahwa e-KTP tidak diperkenankan di foto copy, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"


3. Apabila masih terdapat unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih memfoto copy, menstapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e-KTP.

Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan
Tembusan Yth:

1.    Bapak Presiden Republik Indonesia (sebagai laporan);
2.    Bapak Wakil Presiden Republlk:Indonesia;
3.    Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4.    Menteri Koordinator Bidang perekonomian;
5.    Menteri Koordinator Bidang Kesra;
6.    Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
7.    Kepala Lembaga Sandi Negara;
8.    Rektor Institut Teknologi Bandung.
terima kasih.

Menteri Dalam Negeri

GAMAWAN FAUZI

Sumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/surat-mendagri-tentang-larangan-memfoto-kopi-e-ktp
0 komentar

PROGRAM PENERAPAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK


Umum
Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Anak dari orang tua Warga Negara Asing yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga wajib memilki KTP.
Menurut peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal, 1 point 14 bahwa Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya disingkat KTP-el, adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.
Dengan demikian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) adalah Kartu Tanda Penduduk  (KTP) diproses secara komputerisasi  dan  dilengkapi cip yang berfungsi untuk menyimpan biodata, sidik jari dan tanda tangan.
Program KTP-el di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2009 dengan ditunjuknya empat kota sebagai proyek percontohan nasional. Adapun keempat kota tersebut adalah Padang, Makasar, Yogyakarta dan Denpasar. Sedangkan kabupaten/kota lainnya secara resmi diluncurkan Kementerian Dalam Negeri pada bulan Februari 2011 yang pelaksanannya dibagi dalam dua tahap.
Pelaksanaan tahap  pertama  dimulai  pada  tahun 2011 dan  berakhir  pada  30  April 2012 yang mencakup 67 juta  penduduk  di 2348  kecamatan  dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia.
Secara  keseluruhan  pada  akhir 2012 ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki KTP-el dan dari awal sampai akhir tahun 2013 perekaman data penduduk tetap berlanjut sampai seluruh penduduk Indonesia wajib KTP terekam data pribadinya.
Penerapan KTP Elektronik (KTP-el) yang saat ini dilaksanakan merupakan bagian dari upaya untuk mempercepat serta mendukung akurasi terbangunnya database kependudukan di kabupaten/ kota, provinsi maupun database kependudukan secara nasional.
                Dengan diterapkannya KTP-el, maka setiap penduduk tidak dimungkinkan lagi dapat memiliki KTP lebih dari satu atau pemalsuan KTP, mengingat dalam KTP-el tersebut telah memuat kode keamanan dan rekaman elektronik data penduduk yang antara lain berupa sidik jari, iris mata , tanda tangan, dan elemen data lainnya.

Perekaman KTP Eloktronik
 Data penduduk yang berusia 17 tahun keatas atau sudah/telah menikah direkam oleh seperangkat alat perekam yang terisidi dari kamera, 1 (satu) personal komputer yang spesifikasi aplikasinya yang telah disesuaikan, finger print, tanda tangan digital (digital signature) dan alat perekam iris mata (iris kills). Data penduduk yang direkam adalah berupa biodata, foto wajah, tanda tangan, iris mata dan 10 sidik jari tangan kiri dan kanan.
Setelah semua data penduduk selesai direkam, maka semua input data penduduk tersebut diporoses dan diidentifikasi ketunggalannya menjadi data biometrik dengan menggunakan Sistem Identifikasi Biometrik. Data biometric adalah data penduduk yang disertai dengan ciri-ciri tubuh berupa sidik jari, iris mata dan wajah.
Dengan selesainya penginputan dan proses identifikasi  data penduduk, maka output yang dihasilkan tersimpan dalam cip, gunanya untuk menyimpan biodata, sidik jari dan tanda tangan. Cip tertanam dalam KTP-el berfungsi sebagai kartu pintar (smart card) berbasis mikroprosesor dengan antar muka nirsentuh (contactless) dan memiliki metoda pengamanan data berupa autentikasi antara chip dan reader/writer (anti cloning), dan kerahasiaan data (enkripsi) serta tanda tangan digital. Melalui mekanisme autentikasi maka data yang tersimpan di dalam chip baru dapat dibaca oleh card reader."
Landasan Hukum
 Landasan hukum pemberlakuan Penerapan KTP-el adalah Undang Undang Nomor  24 Tahun 2013 tentang  Perubahan  Atas  Undang  Undang  Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Adapun pasal-pasal dalam undang undang ini, yang mengatur tentang KTP Elektronik, antara lain adalah pasal 63 dan penjelasannya, 64, 101 dan 102.
Pasal 63 UU tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa :

 1.  Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el yang berlaku secara nasional dan hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.
 2. Orang Asing (WNA) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
 3. Penduduk WNI dan WNA yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.
Hal-hal seperti disebutkan diatas diperkuat  dengan penjelasan UU Administrasi Kependudukan pasal 63 point 6 (enam) menyebutkan bahwa dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) KTP-el untuk 1 (satu) penduduk diperlukan sistem keamanan/pengendalian dan sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan melakukan verifikasi dan validasi dalam sistem database kependudukan serta pemberian NIK. Fungsi KTP-el akan ditingkatkan secara bertahap menjadi KTP-el multiguna.
Pasal  64 UU tentang Administrasi Kependudukan juga menyebutkan hal-hal sebagai berikut, antara lain :
1. KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.
2. Nomor Induk Kependudukan sebagaimana tersebut diatas menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik.
3. Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan
4. Untuk menyelenggarakan semua pelayanan public, Pemerintah melakukan integrasi nomor identitas yang telah ada dan digunakan untuk pelayanan publik paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU Administrasi Kependudukan ini disahkan.
5. Elemen data penduduk tentang agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
6.  Dalam KTP-el tersebut  tersimpan cip yang memuat rekaman elektronik data perseorangan.
7. KTP-el untuk  Warga Negara Indonesia masa berlakunya seumur hidup dan untuk Orang Asing (WNA) masa berlakunya  disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap.
8.  Dalam hal terjadi perubahan elemen data, rusak, atau hilang, penduduk pemilik KTP-el wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana untuk dilakukan perubahan atau penggantian.
9. Dalam hal KTP-el rusak atau hilang, Penduduk pemilik KTP-el wajib melapor kepada Instansi Pelaksana melalui camat atau lurah/kepala desa paling lambat 14 (empat belas) hari dengan melengkapi surat pernyataan penyebab terjadinya rusak atau hilang.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan elemen data penduduk diatur dengan Peraturan Menteri.

Selanjutnya pasal 101menyiratkan bahwa pada saat UU Administrasi Kependudukan  ini berlaku :
1.   Pemerintah wajib memberikan NIK kepada setiap Penduduk.
2.  Semua instansi pengguna wajib menjadikan NIK sebagai dasar penerbitan dokumen paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak instansi pengguna mengakses data kependudukan dari Menteri.
3.   KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini ditetapkan berlaku seumur hidup.
4.  Keterangan mengenai alamat, nama, dan nomor induk pegawai pejabat dan penandatanganan oleh pejabat pada KTP-el sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (1) dihapus setelah database kependudukan nasional terwujud.
Demikian juga pasal 102 mengamanatkan bahwa semua singkatan “KTP” sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan harus dimaknai “KTP-el”.
Sebagai peraturan pelaksana penerapan KTP  secara nasional dengan disahkannya UU No. 24 Tahun 2013 ini, masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan.
Dalam Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa :
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.   
2. Rekaman elektronik berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan.
3.  Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan.
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan untuk  WNI dilakukan di kecamatan sedangkan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana.
5.  Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan.
6.  Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan seizin Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Petugas Rahasia Khusus
Selain KTP yang dimiliki oleh penduduk, pemerintah juga menerbitkan Kartu Tanda Penduduk Khusus dalam menjalankan tugas rahasia. Hal ini didukung oleh pasal 43, 44 dan 45 Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006.
Pasal 43 PP No. 37 Tahun 2007 menyebutkan bahwa :
1. Petugas Rahasia Khusus diberikan Kartu Tanda Penduduk Khusus, untuk selama menjalankan tugas rahasia.
2. Kartu Tanda Penduduk Khusus diterbitkan dengan menggunakan spesifikasi yang sama dengan spesifikasi Kartu Tanda Penduduk Nasional.
3. Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus tidak diperlukan pencatatan biodata penduduk dan KK dari Petugas Rahasia Khusus.
Syarat-syarat penerbitan KTP Khusus sesuai dengan pasal 44, antara lain :
1.   Kepala/Pimpinan Lembaga mengajukan surat permintaan Kartu Tanda Penduduk Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana.
2.  Surat permintaan ditujukan kepada Kepala/Instansi Pelaksana yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili Petugas Rahasia Khusus.
3. Dalam surat permintaan harus disertai dengan informasi identitas Petugas Rahasia Khusus yang dikehendaki dan jangka waktu penugasan.
Dengan dipenuhinya persyaratan tersebut diatas menurut pasal 45, maka :
1.  Instansi Pelaksana menerbitkan Kartu Tanda Penduduk Khusus.
2. Kartu Tanda Penduduk Khusus diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak surat permintaan diterima oleh Kepala Instansi Pelaksana.
3.  Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus tanpa dipungut biaya.
4.  Kartu Tanda Penduduk Khusus berlaku selama 5 (lima) tahun.
Penyimpanan Data Petugas Rahasia Khusus, Pengembalian dan Pencabutan KTP Khusus

Penyimpanan Data Petugas Khusus sesuai dengan  Pasal 46 :

1.  Data Petugas Rahasia Khusus direkam dan disimpan dalam Registrasi Khusus di kabupaten/kota.
2.  Data Petugas Rahasia Khusus harus dijaga keamanan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Kepala Instansi Pelaksana.

Pengembalian KTP Khusus menurut pasal 47, apabila :

1. Petugas Rahasia Khusus tidak lagi menjadi Petugas Rahasia Khusus sebe­lum berakhir masa berlakunya KTP Khusus dan wajib menyerahkannya kepada Kepala/Pimpinan Lembaga.
2. Kepala/Pimpinan Lembaga wajib mengem­balikan KTP Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana yang menerbitkan.
3.  KTP Khusus yang dikembalikan wajib dimusnahkan oleh Kepala Instansi Pelaksana.

Menurut pasal 48, KTP Khusus dapat dicabut, apabila :

1. Instansi Pelaksana berwenang mencabut KTP Khusus apabila KTP Khusus tidak dikembalikan sejak saat berakhirnya masa tugas Petugas Rahasia Khusus.
2. Dalam hal KTP Khusus berakhir masa berlakunya sebelum masa tugas berakhir tidak diberitahukan kepada Instansi Pelaksana, Instansi Pelaksana berwenang mencabut.
3. Dalam hal masa tugas diperpanjang, Instansi Pelaksana berkewajiban memperpanjang dan menerbitkan KTP Khusus sebagai pengganti KTP Khusus yang telah dicabut. (brm*)


*) Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
0 komentar

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013






Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggall 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan  ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan.


Perubahan Substansi Yang Mendasar Dalam Perubahan UU NO. 23 TAHUN 2006

 1.  Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el)

a.  Masa berlaku KTP-el yang semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24 Tahun 2013).

b. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup (pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013).


2.   Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri

Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal (pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).


3.   Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el

Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 (pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).


4.  Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun

    Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.


5.   Penerbitan Akta Pencatatan Sipil

Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.


6.   Pengakuan dan Pengesahan Anak

Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara (pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).

7.  Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis)

     Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013)


8.             8.   Pencatatan Kematian

         Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana (pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.


9.   Stelsel Aktif       

    Semula stelsel aktif diwajibkan kpd penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada Pemerintah melalui Petugas.


10.  Petugas Registrasi

a.  Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).

b.  Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota, dan

c.  Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).


11.  Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan 

a. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur (pasal 83A ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).

b. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).

c. Penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh Menteri Dalam Negeri (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).


12. Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk dibebankan pada  APBN

Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan, baik di provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (pasal 87A UU No. 24 Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian berarti sebelum tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap menggunakan APBD.


13.  Penambahan Sanksi

a. Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana  penjara paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak   Rp. 75.000.000 (pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013).

b. Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).

c.  Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).

 Pemberlakuan Perubahan Undang-Undang Nomor  23 Tahun 2006

 1.  Perubahan Uundang-Undang ini berlaku sejak diundangkan.

 2.  Khusus yang berkaitan dengan APBN, baru diberlakukan secara efektif sejak tersedianya APBN/APBN-P untuk pembiayaan penyelenggaraan program dan kegiatan adminduk di Provinsi dan Kab/Kota. (*)
*) Penjelasan Atas UU NO. 24 Thn 2013
      oleh Direktur Pengelolaan Informasi Adminduk, Ditjen Dukcapil

Sumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/penjelasan-atas-undang-undang-nomor-24-tahun-2013 

Sumber: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/program-penerapan-kartu-tanda-penduduk-elektronik
 
;